Work Hard, Play Harder

Follow
Twitter @chalzable
Instagram ID = chalzable
Line ID = chalzable
Facebook and Email = hatebinz@yahoo.com


SoundCloud = https://soundcloud.com/ichaaal

Wednesday, March 7, 2012

Padang, Pesona Bumi Minangkabau

Tentang Penulis.
Ichal
http://chalzworld.blogspot.com
twitter @chalzable

This article published at KalTim Post, Leisure, 30 October 2011



Kampuang nan jauh di mato
Gunuang Sansai Baku Liliang
Takana Jo Kawan, Kawan Nan Lamo
Sangkek Basu Liang Suliang

Pasti penggalan lagu daerah ini cukup familiar di telinga, tapi saya bisa jamin tidak semua orang tahu apa artinya (kecuali orang yang faham bahasa minang tentunya).
Saya juga baru tahu artinya setelah bertanya kepada teman saya yang asli Padang, yang artinya seperti ini Kampung yg jauh di mata..dikelilingi gunung.. Teringat sama teman,teman lama..sangkek (alat musik) bersuling,memanggil ku tuk pulang.



Memang kontur kota Padang bisa dibilang tidak rata, seperti yang digambarkan jelas di lagu daerah tadi perbukitan membentang di kota Padang di bagian timur dan selatan kota. Satu hal yang saya suka dari padang adalah garis pantai yang lumayan panjang mencapai 84 km dan banyak pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti pulau Cubadak, pulau Sikuai, pulau Torang, pulau Pisang Gadang dan masih banyak lagi totalnya ada 19 buah.

PULAU SIKUAI, pulau dengan sejuta pesona

Tujuan saya kali ini ke Padang adalah ingin menyantroni salah satu pulau indah di Kecamatan Bungus Teluk Kabung yang dinamakan pulau Sikuai. Beberapa hari sebelumnya saya sudah merencanakan perjalanan dengan 4 orang sahabat saya di Pekanbaru.



Akomodasi pulang pergi ke pulau Sikuai termasuk resort dan makan sudah diurus dengan cukup membayar Rp 500.000/orang. Dari pekanbaru kami memilih jalur darat dengan kendaraan pribadi salah satu teman (lumayan menghemat) dengan alasan supaya bisa menikmati perjalanan dan berhenti di tempat yang kita suka. Perjalanan darat lumayan memakan waktu namun menyenangkan sampai akhirnya kami tiba di Dermaga Wisata Bahari jalan batang harau, Padang. Kapal yang memberangkatkan kami sudah menunggu di dermaga, selama perjalanan kami disuguhkan pemandangan garis pantai kota Padang sampai akhirnya cuma terlihat lautan lepas dan beberapa gugusan pulau kecil di sekitarnya. Tidak sampai 30 menit kapal sudah bersandar di dermaga sederhana dari kayu di pulau Sikuai.



Sempat terdiam beberapa saat, terpesona melihat pemandangan yang ada di depan mata. Pantai biru jernih, pasir putih, deretan pohon kelapa berjejer rapi menutupi kamar-kamar resort yang indah dengan pemandangan bukit hijau di belakang. Kami memandang satu sama lain dan kemudian tertawa lepas, liburan kali ini pasti menyenangkan.




Salah satu kelebihan dari pulau Sikuai dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain adalah pulau ini menawarkan kenyamanan dan keindahan dunia bahari karena di pulau ini telah berdiri sebuah resort yang memiliki fasilitas lengkap dengan pelayanan yang memuaskan.



Kami berlima mengambil 1 cottage besar lengkap dengan kamar mandi dan 3 tempat tidur yang digabung sehingga cukup untuk berlima. Setelah menaruh barang dan berganti baju kami langsung berlarian ke pantai di depan cottage kami dan membiarkan diri kami lepas diantara putihnya pasir yang berbaur dengan ombak yang tidak terlalu kuat dan jernihnya air laut. Ada beberapa kapal kosong dan tanpa pikir panjang sudah dijadikan salah satu property untuk foto kami. Setelah puas bermain air kami memutuskan untuk mengeksplor pulau, selain punya kesempatan menghirup udara segar bebas polusi kita juga bisa bertemu beberapa spesies hewan tropis seperti burung, biawak serta monyet.



Bagi yang berpasangan, pulau ini cocok sekali sebagai pilihan berbulan madu karena dengan sendirinya aura romantis sudah menyatu dengan pulau. Dan bagi pecinta fotografi banyak sekali tempat-tempat bagus yang bisa dijadikan sasaran tembak lensa kamera. Untuk saya bisa snorkeling dan menikmati pemandangan bawah laut pulau ini adalah kepuasan tersendiri apalagi waktu-waktu selama di pulau dihabiskan bersama orang-orang terdekat.



Hari dihabiskan dengan menyaksikan prosesi tenggelamnya matahari dari tempat paling tinggi di pulau. Warna kuning keemasan begitu indah, keluar begitu saja bersamaan dengan tenggelamnya sinar matahari. Salah satu momen terindah dalam hidup yang pernah saya lihat. Keesokan harinya desiran ombak kecil sudah terdengar ketika baru membuka mata, tanpa ganti baju tanpa mandi langsung berlari keluar cottage dan menyeburkan diri dalam sejuknya air laut. Berenang sambil bercanda gurau dengan sahabat, menyusuri pulau, mendaki batu dan melihat pulau dari ketinggian betul-betul membuat kami bersemangat. Berada di pulau Sikuai seperti berada di pulau pribadi karena pulau ini memang sepi sangat cocok bagi yang merindukan susana tenang jauh dari hiruk pikuk kota.



Siangnya kapal yang membawa kami kembali ke Padang sudah menunggu, saatnya mengucapkan sampai bertemu lagi ke salah satu pulau terindah di Indonesia. Tiba di padang saatnya mengeksplor kota Padang dan berwisata kuliner.

PADANG, kota kaya budaya

Menginjakkan kaki di padang dan bertemu dengan orang lokal sudah disuguhkan dialek minang dengan logat yang memang khas. Begitu kental budaya minang dan terlihat jelas di beberapa arsitektur bangunan rumah terlebih dibagian atap yang biasa disebut atap gonjong atau bagonjong, bahkan gerbang masuk ke universitas terkenal di Padang yaitu Universitas Andalas juga memiliki bentuk ini. Belum lagi jika berbelanja ke toko-toko setempat atau sedang mampir untuk menyantap makanan alunan instrumen khas minangkabau akan dengan sangat mudah kita jumpai.






Kota Padang terkenal akan legenda Siti Nurbaya dan Malin Kundang, cerita rakyat yang sangat terkenal dan sampai-sampai dijadikan istilah bagi anak-anak gadis yang dipaksa menikah dengan pilihan orang tua “Ini bukan jaman Siti Nurbaya lagi”. Mendengar kata Siti Nurbaya pikiran saya langsung diarahkan ke salah satu tempat di Padang yang begitu indah di kala malam, jembatan Siti Nurbaya namanya. Jembatan ini menghubungkan sebuah kawasan bukit yang dikenal juga dengan nama Gunung Padang. Konon, pada bukit ini terdapat kuburan Siti Nurbaya. Di saat malam jembatan ini disulap menjadi ajang muda-mudi kota Padang untuk berkumpul, banyak penjual minuman, makanan ringan seperti jagung bakar, roti bakar berjejer di sepanjang sisi jembatan. Yang paling saya suka adalah nuansa klasik yang dihadirkan oleh pancaran sinar dari lampu-lampu yang berbentuk bola yang ditopang oleh tiang tidak terlalu tinggi di sepanjang jembatan, sangat indah. Sembari menikmati jagung bakar dan jahe hangat, moment seperti ini memang sangat menenangkan hati.






Padang juga masih mempertahankan peninggalan sejak zaman Belanda,contohnya di kawasan pelabuhan Muara beberapa bangunan di kawasan tersebut ditetapkan pemerintah setempat sebagai cagar budaya, diantaranya Masjid Muhammadan bertarikh 1843, merupakan masjid berwarna hijau muda yang dibangun oleh komunitas keturunan India, Klenteng Kwan Im yang bernama See Hin Kiong tahun 1861. Arsitektur bangunan di klenteng ini begitu indah dengan lukisan di dinding, ornamen patung naga, kuali besar di tengah kolam buatan di dekat pintu masuk klenteng dan warna khas merah menyala memberikan daya tarik tersendiri.





Pergi ke Padang rasanya tidak lengkap rasanya jika tidak berwisata kuliner. Kota ini memang tersohor akan masakan Padang nya, rasanya hampir tiap kota yang ada di Indonesia ada restoran Padang, sensasi masakan berkuah pedas dan kaya rasa memberikan sensai tersendiri di lidah. Saya termasuk penikmat masakan padang dan menyantap masakan Padang di kota Padang nya langsung memang lebih nikmat, selain masakan padang yang menjadi favorit saya adalah martabak mesir lengkap dengan kuahnya juga es durian yang sangat nikmat. Rasanya saya rela jauh-jauh ke Padang hanya untuk menyantap kedua makanan ini.



Pengalaman yang cukup unit di Padang adalah memberi makan monyet, di sepanjang pesisir pantai padang banyak penjual-penjual kacang yang sengaja dijual untuk memberi makan monyet. Monyet-monyet di sini cenderung jinak dan tidak takut dengan manusia, jadi memberi makan monyet-monyet cukup dengan menaruh kacang di tangan dan mengulurkannya ke arah monyet tersebut. Monyet akan perlahan mendekat dan mengambil kacang dari tangan kita satu per satu sampai habis, baru kali ini melihat monyet dari jarak yang sangat dekat terlebih lagi tangan saling bersinggungan betul-betul pengalaman yang sangat seru. Ada satu pengalaman lucu ketika teman saya ingin mencoba memberi makan, dia menjulurkan tangan berisi kacang tetapi monyet lebih tertarik dengan kantong plastik yang berisi lebih banyak kacang yang ditaruh di sela kakinya. Jadi adegan menjadi lucu ketika teman saya berebut sekantong plastik berisi kacang dengan monyet, yang akhirnya dimenangkan oleh monyet.




Sebagai bagian dari Indonesia saya sangat bangga karena negara ini memiliki ragam budaya yang kaya, dan sudah sepatutnya generasi-generasi muda seperti kita harus turut bangga dan ikut melestarikannya budaya bangsa.

Tentang Penulis.
Ichal
http://chalzworld.blogspot.com
follow twitter @chalzable

Penajam, wisata murah meriah penuh tantangan

Tentang Penulis.
Ichal
http://chalzworld.blogspot.com
twitter @chalzable

This article published at KalTim Post, Leisure, 25 September 2011




Siapa bilang yang namanya liburan harus merogoh kocek cukup dalam agar bisa bersenang-senang. Apakah yang namanya liburan identik dengan pergi ke luar negeri? Bagi sebagian orang mungkin suatu kebanggaan tersendiri bisa berlibur ke negeri orang, tapi sebenarnya Indonesia tidak kalah potensi wisatanya, apalagi kita punya kelebihan sebagai negara kepulauan, banyak sekali tempat yang bisa kita explore.

Salah satu liburan murah meriah dan sering luput dari daftar tempat tujuan liburan sebagian besar orang adalah Penajam Paser Utara (PPU) yang biasanya cukup disebut Panajam oleh orang-orang.

Awalnya saya juga berfikir, ada apa di Penajam? Mengapa sudah sebesar ini saya tidak pernah menginjakkan kaki di tempat itu? Padahal kalau dipikir saya yang berdomisili di Balikpapan sangat mudah sekali mengakses Penajam. Dari rasa ingin tahu itu maka saya membulatkan niat untuk memulai perjalanan saya ke Penajam dan berhasil membujuk 2 orang sahabat saya untuk ikut.

Kami berencana hanya melakukan "one day trip" di Penajam, jadi tidak perlu menginap di Penajam jadi bisa langsung pulang ke Balikpapan hari itu juga. Karena itu perjalanan kita mulai pagi-pagi sekali. Kami memilih motor sebagai alat transportasi, dengan alasan agar perjalanan lebih terasa dan bisa merasakan naik klotok (perahu massa+barang yang biasa menyebrangkan dari Balikpapan ke Penajam dan sebaliknya) pelabuhan klotok ada di Kampung Baru dan mulai beroperasi jam 6 pagi dan trip terakhir dari penajam jam 6 malam.
Bagi yang menggunakan mobil, Penajam bisa diakses dengan menggunakan kapal feri dari daerah kariangau Balikpapan.


PELABUHAN KLOTOK. Proses pemindahan motor ke atas klotok, nampak orang-orang di pelabuhan sudah begitu cekatan


BERSAMA SAHABAT. Perjalanan liburan memang akan terasa lengkap jika kita berbagi dengan orang terdekat, seperti dua orang sahabat saya ini


Kami sampai di pelabuhan klotok jam 7 pagi, pelabuhan ini sangat unik karena memang sangat sederhana dan mayoritas terbuat dari kayu, untuk mencapainya pun harus melewati pasar tradisional, jadi ada sensasi tersendiri. Setelah membayar karcis untuk 2 motor+3 orang kami berhasil naik ke atas perahu. Pemandangan pagi itu sangat cerah, udara sejuk tidak panas saat yang tepat untuk memulai perjalanan.

Tidak sampai setengah jam kami sudah sampai di pelabuhan penajam, kebetulan pelabuhan klotok dan feri di penajam bersebelahan. Setelah motor kami sukses diturunkan dari kapal kami langsung melaju menuju perhentian pertama kami di Penangkaran Rusa yang berjarak sekitar 35 KM dari pelabuhan klotok. Kondisi jalan di penajam juga cukup baik menurut saya, aspal mulus membuat perjalanan kami lancar dan uniknya lagi hanya ada satu jalan raya utama, jadi tidak mungkin tersesat.



PENANGKARAN RUSA. Ratusan rusa menunggu di penangkaran ini, pemandangan yang sangat memanjakan mata

Tidak sampai satu jam berkendara kami sudah sampai di penangkaran rusa, pintu masuknya memang tidak begitu kelihatan tapi kalau jeli kita bisa melihat patung rusa di depan gerbang. Setelah memarkirkan motor dan membayar biaya masuk Rp 5.000/orang, kami memulai petualangan pertama kali kami. Setelah berjalan sekitar 300 meter kami tiba di penangkaran pertama yang dipenuhi rusa berbagai ukuran. Ketika saya mendekati kandang ada yang aneh, semua rusa nampak berdiri siaga dengan kepala tegak, lalu saya mendekat dan semua rusa berlarian ke arah berlawanan. Mungkin saya dikira pemburu yang ingin menikmati daging mereka.




TIDAK SEPERTI DI INDONESIA. Banyak yang mengira foto ini tidak di ambil di Indonesia karena tempatnya yang begitu indah


Gagal di pendekatan pertama, kami memutuskan cara yang lebih diplomatis. Dengan sedikit perjuangan kami memangkas rumput di sekitar peternakan rusa dengan harapan nantinya rusa-rusa itu cukup baik dan mendekat ke kami untuk makan rumput yang kami bawa, karena rumput di dalam kandang sudah mati dan berwarna coklat. Ternyata perjuangan kami tidak sia-sia perlahan satu per satu rusa mendekat dan rumput di tangan makin lama makin menipis sampai akhirnya memaksa kami untuk kembali memangkas rumput sampai 3 kali.
Suatu kepuasan tersendiri memberi makan rusa, selain bisa melihat mereka dari jarak sangat dekat kita juga bisa menyentuh kepala dan tanduk mereka yang panjang. Pengalaman yang berharga.



MEMBERI MAKAN.Memberi makan rusa sekaligus memangkas sendiri rerumputan adalah perjuangan tersendiri agar bisa melihat rusa-rusa dari dekat

Ternyata penangkaran rusa di Penajam cukup luas dan dibagi menjadi beberapa sekat dan akses bagi para pengunjung diluar kandang agar bisa melihat rusa dengan leluasa. Setelah berjalan ke ujung kandang ada pemandangan lain yang menyita perhatian kami, padang rumput hijau nan luas sejauh mata memandang memanjakan mata yang melihatnya, dengan sedikit melompat pagar akhirnya kami bisa merebahkan diri di lebatnya rumput di padang rumput tersebut dan beristirahat di atas gazebo sambil menikmati semilir angin sebelum melanjutkan ke tujuan berikutnya.


PADANG RUMPUT. Luasnya padang rumput membuat siapapun ingin merebahkan diri di atasnya, bebas dan begitu nyaman


SANTAI. Sekedar berbaring, menikmati segarnya udara dan bau rerumputan hijau adalah kenikmatan tersendiri

Perjalanan kami lanjutkan dan kami berhenti di penjual bensin eceran mengingat stok bensin sudah menipis dan dari hasil berbincang dengan ibu-ibu ramah penjual bensin kami menemukan satu tempat wisata lagi yaitu pemandian air panas danum layong. Lokasi nya sekitar 30 KM dari penangkaran rusa dan akses masuk ke pemandian air panas lumayan menantang dengan mayoritas jalan berbatu, berbelok dan sedikit berbukit. Dari gerbangnya nampak tempat ini tidak begitu terawat karena masih ada sampah dan cenderung sepi. Jika anda pernah mengunjungi kawah putih ciwidey jawa barat, warna air nya sama persis putih keruh dan khas bau belerang. Hal yang patut jadi perhatian pemerintah karena tempat seperti ini termasuk langka dan sayang jika tidak dirawat.



DANUM LAYONG. Pemandian air panas di penajam, banyak muda-mudi menghabiskan waktu liburan disini karena tempatnya yang teduh banyak pepohonan

Perjalanan kami lanjutkan ke tujuan utama kami yaitu Air Terjun 7 Tingkat yang bernama Tiwei Waterfall. Setiap kami menanyakan ke penduduk setempat hanya satu kata yang terlontar, jauh dan jalannya rusak. Tapi hal terebut tidak menyurutkan niat kami, jarak yang di tempuh untuk mencapai air terjun ini sekitar 115 KM dari pelabuhan penajam (setara dengan jarak Balikpapan Samarinda). Akses jalan mulus beraspal sampai mulai masuk ke dalam areal rumah warga sebelum mencapai air terjun, jalan berbatu, bergelombang, berbukit dan berlumpur menyambut kami. Memang paling cocok adalah menggunakan mobil offroad ke tempat ini tapi bukan berarti motor bebek matic kami tidak sanggup, heheehe dengan segala perjuangan akhirnya sampai juga. Dari tempat penitipan motor kami masih harus berjalan sekitar 500 meter untuk mencapai air terjun yang kebetulan lokasinya juga dekat tambang batubara. Jadi selama berjalan kaki kami juga disuguhkan pemandangan bukit batubara yang tinggi dengan truk-truk pengangkut yang hilir mudik.

Gemuruh air terjun sudah terdengar dari kejauhan, kami membenamkan kaki di aliran air yang membentuk seperti sungai kecil, begitu sejuk. Semakin jauh berjalan suara gemuruh air terjun makin terdengar jelas dan sampai akhirnya air terjun yang bertingkat-tiingkat ada di depan kami. Sangat indah dan kami beruntung aliran airnya lumayan deras (di musim kemarau aliran airnya berkurang) dan kami tidak menyia-nyiakan waktu langsung menyeburkan diri kedalam segarnya kolam air terjun dan shower raksasa ini.



AIR TERJUN TIWEI. Sejuknya air terjun spontan membuat perjalanan panjang terbayarkan

Air terjun tiwei memang bertingkat-tingkat dan ditiap tingkat menyajikan pemandangan sendiri-sendiri, ada satu tingkat yang berupa kolam cukup luas dengan banyak bebatuan, ada tingkatan yang berupa kolam yang sangat dalam (3 meter lebih), ada yang berupa genangan air selutut. Dan yang paling menantang adalah untuk mencapai tingkatan di atasnya kita harus rock climbing, memanjat bebatuan, melawan terpaan air terjun yang keras dan merangkak, memanjat dengan bantuan akar merambat, sangat menantang dan harus ekstra hati-hati karena licin.


TINGKAT KETIGA. Ini pemnadangan dari air terjun tingkatan ketiga, ada 6 tingkatan yang lain yang menyajikan pemandangan berbeda

Rasanya perjalanan jauh terbayar seketika dan recharge energi yang sepadan sebelum kembali ke pelabuhan yang berjarak 115 KM mengingat klotok terakhir jam 6 sore. Melewati rute yang sama kami kembali melaju dengan motor kami dan untungnya masih terkejar klotok terakhir. Dengan sisa tenaga tersisa kami tersenyum puas dan perjalanan balik ke balikpapan dilengkapi dengan indahnya sunset di teluk balikpapan berwarna kuning keemasan.

Benar-benar liburan singkat yang menyenangkan, murah meriah dan sangat menantang.

**END**


Tentang Penulis.
Ichal
http://chalzworld.blogspot.com
follow twitter @chalzable